Seoarang misterius figure dengan topeng datang membantu orang-orang yang hendak dirampok. Berhasil mengalahkannya namun saat sang boss tiba-tiba dapat menembakkan air yang sangat tipis dan memiliki kecepatan kilat, membuat bahu kirinya sampai bolong, sang pahlawan pun jatuh.
Bahunya utuh kembali, sang pahlawan bangkit, melindungi dirinya dari serangan musuhnya dengan bulunya yang tebal, dan akhirnya bisa menebas kepalanya. Seorang anak kecil memberinya kue mochi meski dirinya menolak.
"Apa kamu Translator?", tanya anak itu.
"Bukan nak, hati-hati ya, kamu jaga ibumu", jawab Kekasih sambil terbang ke angkasa".
Kekasih mencopot topengnya saat merasa aman, dirinya masuk ke sebuah cafe yang sepertinya familiar baginya, mungkin langganannya. Sang waiter, langsung menyambutnya dengan tersenyum dan tanpa banyak bicara memberinya botol besar Jack Daniel. Cafe itu terlihat berisik, karena beritanya hanya berisi kejatahan di mana-mana. Kekasih meneguk bir tanpa gelas, terlalu banyak mungkin juga membuatnya mabuk.
"Translator, apa hubungannya dengan kota ini?", seru Kekasih kepada entah siapa dia berbicara, dirinya hanya duduk sendiri di dekat pintu sementara orang-orang duiduk mendekati televisi.
"Itu title yang diberikan Pemerintah", teriak bartender.
"Title apa... Pemerintah"?", Sang Kekasih sempat hampir memuntahkan birnya
"Dari luar kota Master? "Aku belum pernah melihatmu berkeliaran, jawab Sang Bartender yang mendekatinya, meminta waitress menggantikan tempatnya".
"Huh... ya, bisnis kecil di sini, aku mengejar--..", Kekasih hampir membocorkan identitasnya, mengejar seorang terorist buronan.
"Aku mengejar karir putriku, hahaha".
"Oh... dengan senang hati, Master, apa putri Anda bersekolah di Brawijaya?", tanya sang Bartender yang mengenalkan diri dengan nama Aziz.
"Oh, well... haha... seperti itu, "Kekasih grogi karena tidak mengetahui Brawijaya.
"Ada sebuah mitos di sini, Translator", Aziz tiba-tiba serius.
Kekasih terlihat sadar, mendengarkan cerita itu baik-baik.
Dirinya lalu terlihat berkelana di kota yang disebut Malang itu sambil meminium botol bir dari berbagai merek. Setiap mengunjungi suatu tempat, dirinya selalu teringat cerita dari Aziz. Dirinya mengunjungi sebuah reruntuhan pesawat raksasa yang bertuliskan BUMN Hakamarori Karya dengan banyak pasukan Pemerintah berjaga.
"Hei... minggir bajiangan! Apa yang kau lakukan di sini, tidak bisa baca ya!", teriak seorang tentara.
Kekasih melihat dirinya yang ternyata sudah kusup, banyak terlihat bekas bir tumpah dibajunya, rambutnya seperti orang bangun tidur, dan matanya setengah ngantuk membuatnya seperti berandalan.
"Translator... aaa.. mereka pernah menyebarkan doktrin untuk membuat Isekai di Malang", Kekasih teringat cerita dari Aziz sembari memperhatikan kastil BUMN itu, pemerintah sepertinya ingin memperbaikinya.
"Itu... malah membuatku lebih bingung... apa lagi itu?"
"Membuat atmosfir kota menjadi lebih baik, tanpa tekanan", bartender itu lalu kembali ke tempatnya setelah meneguk gelas".
"Seorang anak bertanya padaku hari ini, konteksnya, tentang Translator",
"Yah... itu bisa saja..., kenapa dipikirkan. Perang sipil ini tidak ada habisnya. Kau ingat kata Soekarno, perang paling sulit melawan bangsa sendiri, itu konteksnya", jawab sang Bartender sambil melihat berita di televisi. Menunjukkan peta wilayah Pemerintah yang semakin menyaingi keempat faksi lainnya.
"Beginilah orang Malang berbicara, dengan kata lain, ingin memperbaiki diri sendiri tanpa memikirkan orang lain?".
"Yeah, aku sudah tahu kau orang yang mudah mengerti meski berbicara dengan gaya Malang ini, "jawab Aziz.
"Jika semua komunitas mau memperbaiki diri sendiri mau saling merangkul... harusnya kita bisa tetap dalam suasana hangat.. meski ada badai petir abadi di luar sana", seru Bartender sambil tetap melayani pesanan.
"Huh... apa Translator yang bilang begitu?"
"Yeah, sungguh ironic aku mengatakannya ini, karena aku tidak punya komunitas untuk diperbaiki, hanya seorang bartender yang berjaga semalaman dengan Shotgun di dalam laci".
Kekasih hanya melamun sejenak lalu membayar botol bir itu dengan tip yang besar.
"Translator hanya seorang relawan, bukan pahlawan, Master, jangan salah paham", teriak bartender itu, cemas Kekasih salah menangkap kata-katanya.
Kekasih terlihat berada di tengah Markas Revolution Army, sudah memakai topengnya, semuaanya menodongkan senjata kepada Kekasih, seseorang pengguna sihir juga sepertinya siap menghajarnya. Dirinya masih terlihat memegang botol bir dan meminiumnya. Musuhnya secara hormat membiarkannya sampai habis urusannya.
"014, kontak mengepungmu, banyak sekali-", seorang menelpon Kekasih, namun dirinya menyela.
"Yeah aku sudah di depan mereka, HQ, aku meminta informasi mengenai Translator, "
"Translator? Untuk-- ap--? 014, kamu kehilangan kontrol? Kenapa masuk begitu saja!"
"Mayday, 014 akan butuh bantuan, Extracor segera dikirim!", markas pusat terlihat panik mengetahui Kekasih dikepung ratusan musuh.
"Sebuah mitos di Malang, mungkin seluruh Jawa Timur, itu konteksnya,", jawab Kekasih sebelum menutup telponnya.
Kekasih menantang para Revolusioner untuk maju bersama, dirinya pun akhirnya bertempur seolah satu melawan seribu, tidak peduli trick musuhnya. Seorang dengan kekuataan regenerasi pun tetap coba dihajarnya sampai mati.
Kekasih yang berarti Ksatria Cendrawasih adalah seoarang Ghost Striker, Divisi Sihir Pemerintah. Usianya baru 30 tahun, masih sulit baginya untuk membuat front sehingga kita memberinya topeng untuk menutup identitasnya. Kita mengirimnya ke Malang untuk melemahkan pengguna sihir, Revolutioner Army. Di Malang, Pemerintah terkepung dan hanya menguasi enclave kecil di Kastil Hakamori yang memiliki radius 5 km saja.